![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRnxQfmklfPHj_VJZlF2dowiljOLtlpMOtLUnPpaYylVZMa5WYSdzjfFn5GP13n2zfOdXdeno0GBYP-1N-v5kEew9h7adYFmIxXMAwMhtWn4HO7PSCbw2_lOXpiDKgV6-8wOaT2q5pERU/s200/aneh.jpg)
Namun ajaib sang bayi selamat dari insiden tersebut yang hanya mengalami luka di kepala, kini si ibu sang bayi ikut berpartisipasi dalam kampanye untuk membuat anak tetap aman di sekitar kereta.
Mungkin di antara kita banyak yang memilih minuman soda untuk menghilangkan rasa haus atau mungkin juga digunakan untuk dihidangkan untuk tamu , atau menjadi menu minuman saat mengadakan pesta kecil-kecilan. Tapi bagi yang sudah mengetahui bahaya dari minuman bersoda mungkin akan memilih minuman segar lainnya yang lebih bermanfaat bagi tubuh untuk menghilangkan rasa haus.
Berikut adalah berbagai resiko yang dapat ditimbulkan akibat meminum minuman bersoda :
1. Menyebabkan kerapuhan pada tulang.
Kandungan asam fosfor dalam minuman soda yang menimbulkan sensasi kesegaran atau gelembung-gelembung udara ternyata dapat mengerogoti tulang. Jika minuman soda terus menerus dikonsumsi, maka semakin lama tulang akan makin rapuh dan berbentuk seperti pori-pori yang bolong-bolong.
2. Menyebabkan kerusakan pada gigi.
Kadar gula yang tinggi dapat menyebabkan gigi semakin cepat rusak/ bolong.
3.Melemahkan otot serta tulang.
Dengan mengkonsumsi soda lebih dari 2 liter per hari bisa menyebabkan kadar kalium dalam darah menjadi turun drastis. Jika tubuh kekurangan kalium, efek yang dirasakan adalah tubuh merasa lemah, pusing dan dapat menyebabkan atrofi otot (tak mampu mengangkat beban atau geraknya jadi terbatas).
4. Menyebabkan kegemukan
Akibat kandungan kalori yang bisa mencapai 225 kalori dapat membuat tubuh menjadi gemuk. Dalam setiap 1,057 liter minuman soda mengandung 225 kalori dan 39 gram gula.
5. Menyebabkan insomnia, tekanan darah tinggi dan detak jantung yang tidak beraturan (merupakan efek dari kafein yang dikandung oleh minuman bersoda).
Dengan telah mengetahui berbagai resiko bahaya yang ditimbulkan di atas sebaiknya kita menghindari minum-minuman bersoda secara terus menerus dan memperbanyak mengkonsumsi air putih.
sumber:http://javierzebua.wordpress.com/2010/01/06/bahaya-soda-untuk-kesehatan/
PENULIS artikel keagamaan (Islam) atau media Islam lazimnya mengakhiri tulisan dengan kalimat Wallahu a’lam (artinya: “Dan Allah lebih tahu atau Yang Mahatahu/Maha Mengetahui). Sering ditambah dengan bish-shwabi. menjadi Wallahu a’lam bish-shawabi.
Hal itu untuk menunjukkan, Allah Swt-lah yang mahatahu atau lebih tahu segala sesuatu dari kita. Hanya Allah yang Mahabenar dan Pemilik Kebenaran mutlak. Kebenaran yang kita tuliskan itu relatif, nisbi, karena kita manusia tempat salah dan lupa.
Namun coba perhatikan, banyak yang keliru dalam penulisannya, yaitu dalam penempatan koma di atas (‘).Catatan: sebutan “koma di atas” untuk tanda baca demikian sebenarnya tidak tepat, tapi disebut “tanda petik tunggal” juga tidak tepat karena petik tunggal itu begini ‘…’ dan bukan pula “apostrof” (tanda penyingkat untuk menjukkan penghilangan bagian kata) karena dalam kata itu tidak ada kata yang dihilangkan/disingkat. Kita sepakati aja deh ya, namanya “koma di atas”.
Penulisan yang benar, jika yang dimaksud “Dan Allah Mahatahu” adalah Wallahu a’lam (tanda koma di atas [‘] setelah huruf “a” atau sebelum huruf “l”). Tapi sangat sering kita jumpai penulisannya begini: Wallahu ‘alam (koma di atas [‘] sebelum huruf “a”).
Jelas, Wallahu a’lam dan Wallahu ‘alam berbeda makna. Yang pertama (Wallahu a’lam) artinya “Dan Allah Mahatahu/Maha Mengetahui atau Lebih Tahu”. Yang kedua (Wallahu ‘alam) artinya “Dan Allah itu alam”, bahkan tidak jelas apa arti ‘alam di situ? Kalau ‘alamin atau ‘aalamin, jelas artinya alam, seperti dalam bacaan hamdalah –alhamdulillahi robbil ‘alamin.
Jadi, kalau yang kita maksud itu “Dan Allah Mahatahu”, maka penulisan yang benar adalah Wallahu a’lam, bukan Wallahu ‘alam.
Mari kita bedah. Eh, tunggu dulu… Saya bukan ahli bahasa Arab nih, cuma tahu dikit banget. Yang jago bahasa Arab, mohon koreksinya ya…
A’lam itu asal katanya ‘alima artinya tahu. Dari kata dasar ‘alima itu kemudian terbentuk kata ‘ilman (isim mashdar, artinya ilmu/pengetahuan), ‘alimun (fa’il/pelaku, yakni orang yang berilmu), ma’lumun (pemberitahuan, maklumat), dan sebagainya, termasuk a’lamu/a’lam (lebih tahu).
Tanda petik tunggal atau koma di atas (‘) dalam a’lam itu transliterasi bahasa Indonesia untuk huruf ‘ain dalam bahasa Arab (seperti Jum’ah, Ka’bah, Bid’ah, Ma’ruf, dan sebagainya). Kata a’lam artinya “lebih tahu”. Jadi, kian jelas ‘kan, penulisan yang benar: Wallahu a’lam, bukan Wallahu ‘alam.
Tentu, kesalahan penulisan itu tidak disengaja, salah kaprah aja alias kesalahan yang sering dilakukan, secara sadar atau tidak sadar, merasa benar –padahal salah—karena tidak ada yang mengoreksi. Saya yakin, maksudnya Wallahu a’lam, “Dan Allah Mahatahu”. Wasalam. (www.romeltea.com).*
sumber:http://romeltea.wordpress.com/2009/02/06/hati-hati-menuliskan-wallahu-a’lam/
Awal melihatnya, mungkin kita akan menyangka bahwa inilah masjid Al Aqsha. Masjid yang memiliki nilai sejarah yang begitu luar biasa ketika Rasulullaah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan Isra Mi’raj. Namun sayang, ternyata banyak media yang sengaja (maaf) membodohi umat muslim agar mereka tak mengenali manakah yang sesungguhnya masjid Al Aqsha, agar mereka menyangka bahwa masjid Al Shakhrah مسجد قبة الصخرة (The Dome of The Rock(Tempat ibadah orang YAHUDI) ) adalah masjid Al Aqsha yang masih berdiri kokoh.
Inilah masjid Al Aqsha (المسجد الاقص)yang sesungguhnya. Hingga saat ini Zionis Yahudi membut terowongan-terowongan di dasar masjid Al Aqsha. Mereka bersembunyi dalam alasan hanya mencari sisa-sisa peninggalan sejarah mereka. Namun sayang, ternyata alasan yg sesungguhnya adalah agar masjid Al Aqsha segera roboh. Zionis yahudi mengklaim bahwa masjid Al Aqsha adalah bekas bangunan kuil Sulaiman yang kini tinggal bersisa sebuah dinding batu memanjang (tembok ratapan). Dan Alhamdulillah, Allah Ta’ala mengabarkan kepada kami (DKM khususnya) melalui kang Eko (Ust. Guntur Eko Waluyo) bahwa Zionis tengah membangun Al Aqsha yang palsu. Astaghfirullaah Aladziim.. Wallahu ‘Alam Bishawab.. Dengan berita ini, insya Allah ilmu kita bertambah dan semakin besar kesempatan kita untuk mengetahui bagaimanakah keadaan masjid Al Aqsha saat ini agar kita bisa mendokan dan berusaha untuk mengabarkannya kepada saudara-saudara kita yang belum mengetahuinya..
mohon maaf bila ada khilaf. kami sangat mengharapkan masukan dari teman2 semua. insya Allah blog ini bisa jadi media sharing ilmu agar ilmu kita semakin bertambah luas, dan mudah2an semakin mendekatkan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. amiin..
THE DOME OF THE ROCK (AL SHAKHRAH MOSQUE)
AL AQSHA MOSQUE
Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.
Ada lima hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membicarakan mengenai masalah ini. Tiga hadits adalah hadits yang shahih. Sedangkan dua hadits lainnya adalah dho’if (lemah).
[Hadits Pertama]
Hadits pertama ini menceritakan bahwa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengingkari kalau ada yang mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi pernah kencing sambil berdiri.
‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha- mengatakan,
مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَبُوْلُ قَائِمًا فَلاَ تُصَدِّقُوْهُ مَا كَانَ يَبُوْلُ إِلاَّ قَاعِدًا
“Barangsiapa yang mengatakan pada kalian bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kencing sambil berdiri, maka janganlah kalian membenarkannya. (Yang benar) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa kencing sambil duduk.” (HR. At Tirmidzi dan An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 201 bahwa hadits ini shahih).
Abu Isa At Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini adalah hadits yang lebih bagus dan lebih shahih dari hadits lainnya tatkala membicarakan masalah ini.”
[Hadits Kedua]
Hadits ini menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kencing sambil berdiri. Bukhari membawakan hadits ini dalam kitab shahihnya pada Bab “Kencing dalam Keadaan Berdiri dan Duduk.”
Hudzaifah –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan,
أَتَى النَّبِىُّ ، ( صلى الله عليه وسلم ) ، سُبَاطَةَ قَوْمٍ ، فَبَالَ قَائِمًا ، فَدَعَا بِمَاءٍ ، فَجِئْتُهُ بِمَاءٍ ، فَتَوَضَّأَ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendatangi tempat pembuangan sampah milik suatu kaum. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kencing sambil berdiri. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta diambilkan air. Aku pun mengambilkan beliau air lalu beliau berwudhu dengannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini tentu saja adalah hadits yang shahih karena disepakati oleh Bukhari dan Muslim. Ibnu Baththol tatkala menjelaskan hadits ini mengatakan, “Hadits ini merupakan dalil bolehnya kencing sambil berdiri.” (Syarh Shahih Al Bukhari Libni Baththol, 1/334, Maktabah Ar Rusyd)
[Hadits Ketiga]
Hadits berikut menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kencing sambil duduk.
‘
Abdurrahman bin Hasanah mengatakan,
خَرَجَ عَلَيْنَا النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ فِي يَدِهِ كَهَيْئَةِ الدَّرَقَةِ قَالَ : فَوَضَعَهَا ، ثُمَّ جَلَسَ فَبَالَ إِلَيْهَا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar bersama kami dan di tangannya terdapat sesuatu yang berbentuk perisai, lalu beliau meletakkannya kemudian beliau duduk lalu kencing menghadapnya.” (HR. Abu Daud, An Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih mengatakan bahwa hadits ini shahih)
[Hadits Keempat]
Hadits berikut ini membicarakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melarang Umar kencing sambil berdiri, namun hadits ini adalah hadits yang dho’if (lemah).
‘Umar –radhiyallahu ‘anhu- berkata,
رَآنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَبُولُ قَائِمًا فَقَالَ :« يَا عُمَرُ لاَ تَبُلْ قَائِمًا ». قَالَ فَمَا بُلْتُ قَائِمًا بَعْدُ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatku kencing sambil berdiri, kemudian beliau mengatakan, “Wahai ‘Umar janganlah engkau kencing sambil berdiri.” Umar pun setelah itu tidak pernah kencing lagi sambil berdiri. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Syaikh Al Huwainiy –ulama hadits saat ini- mengatakan,
“Ibnul Mundzir berkata bahwa hadits ini tidak shahih. Adapun Asy Syaukani sebagaimana dalam As Sail Al Jaror mengatakan bahwa As Suyuthi telah menshohihkan hadits ini!! Boleh jadi As Suyuthi melihat pada riwayat Ibnu Hibban. Lalu beliau tidak menoleh sama sekali pada tadlis yang biasa dilakukan oleh Ibnu Juraij. Sebagaimana kita ketahui pula bahwa As Suyuthi bergampang-gampangan dalam menshohihkan hadits. Kemudian hadits ini dalam riwayat Ibnu Hibban dikatakan dari Ibnu ‘Umar. Namun sudah diketahui bahwa hadits ini berasal dari ‘Umar (ayah Ibnu ‘Umar). Saya tidak mengetahui apakah di sini ada perbedaan sanad ataukah hal ini tidak disebutkan dalam riwayat Ibnu Hibban?!” (Al Fatawa Al Haditsiyah Lil Huwainiy, 1/174)
Syaikh Al Albani –rahimahullah- mengatakan,
“Hadits ini dho’if (lemah). Yang tepat, tidaklah mengapa seseorang kencing sambil berdiri asalkan aman dari percikan kencing. Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Al Fath mengatakan, “Tidak terdapat dalil yang shahih yang menunjukkan larangan kencing sambil berdiri.” Dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar, dari ‘Umar, beliau berkata, “Aku tidak pernah kencing sambil berdiri sejak aku masuk Islam”. Sanad hadits ini shahih. Namun dari jalur lain, dari Zaid, beliau berkata, “Aku pernah melihat ‘Umar kencing sambil berdiri”. Sanad hadits ini juga shahih. Oleh karena itu, hal inilah yang dilakukan oleh ‘Umar dan ini menunjukkan telah jelas bagi ‘Umar bahwa tidak mengapa kencing sambil berdiri”.” (As Silsilah Adh Dho’ifah no. 934)
[Hadits Kelima]
Hadits berikut menunjukkan bahwa kencing sambil berdiri adalah termasuk perangai yang buruk, namun hadits ini juga adalah hadits yang lemah.
Dari Buraidah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثلاثٌ مِنَ الجَفاءِ أنْ يَبُولَ الرَّجُلُ قائِماً أوْ يَمْسَحَ جَبْهَتَهُ قَبْلَ أنْ يَفْرَغَ مِنْ صَلاتِهِ أوْ يَنْفُخَ في سُجُودِهِ
“Tiga perkara yang menunjukkan perangai yang buruk: [1] kencing sambil berdiri, [2] mengusap dahi (dari debu) sebelum selesai shalat, atau [3] meniup (debu) di (tempat) sujud.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam At Tarikh dan juga oleh Al Bazzar)
Syaikh Al Huwaini –hafizhahullah- mengatakan, “Yang benar, hadits ini adalah mauquf (cuma perkataan sahabat) dan bukan marfu’ (perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).” Di tempat sebelumnya, Syaikh Al Huwaini mengatakan bahwa hadits ini ghoiru mahfuzh artinya periwayatnya tsiqoh (terpercaya) namun menyelisihi periwayat tsiqoh yang banyak atau yang lebih tsiqoh. (Lihat Al Fatawa Al Haditsiyah Lil Huwainiy, 1/295-297). Jika demikian, hadits ini adalah hadits yang lemah (dho’if).
Syaikh Al Albani –rahimahullah- mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits dho’if (lemah). (Shahih wa Dho’if Al Jaami’ Ash Shogir no. 6283)
Terdapat perkataan yang shahih sebagaimana hadits Buraidah di atas, namun bukan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi perkataan Ibnu Mas’ud.
Ibnu Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan,
إِنَّ مِنَ الجَفَاءِ أَنْ تَبُوْلَ وَأَنْتَ قَائِمٌ
“Di antara perangai yang buruk adalah seseorang kencing sambil berdiri.” (HR. Tirmidzi). Syaikh Al Huwaini mengatakan bahwa periwayat hadits ini adalah periwayat yang tsiqoh (terpercaya). Syaikh Al Albani –rahimahullah- mengatakan dalam Shahih wa Dha’if Sunan At Tirmidzi bahwa hadits ini shahih. Inilah pendapat Ibnu Mas’ud mengenai kencing sambil berdiri.
Menilik Perselisihan Para Ulama
Dari hadits-hadits di atas, para ulama akhirnya berselisih pendapat mengenai hukum kencing sambil berdiri menjadi tiga pendapat.
[Pendapat pertama] Dimakruhkan tanpa ada udzur. Inilah pendapat yang dipilih oleh ‘Aisyah, Ibnu Mas’ud, ‘Umar dalam salah satu riwayat (pendapat beliau terdahulu), Abu Musa, Asy Sya’bi, Ibnu ‘Uyainah, Hanafiyah dan Syafi’iyah.
[Pendapat kedua] Diperbolehkan secara mutlak. Inilah pendapat yang dipilih oleh ‘Umar dalam riwayat yang lain (pendapat beliau terakhir), Zaid bin Tsabit, Ibnu ‘Umar, Sahl bin Sa’ad, Anas, Abu Hurairah, Hudzaifah, dan pendapat Hanabilah.
[Pendapat ketiga] Diperbolehkan jika aman dari percikan dan jika tidak aman, hal ini menjadi terlarang. Inilah madzhab Imam Malik dan inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnul Mundzir. (Shahih Fiqih Sunnah, Abu Malik, 1/96)
Pendapat Terkuat
Pendapat terkuat dari pendapat yang ada adalah kencing sambil berdiri tidaklah terlarang selama aman dari percikan kencing. Hal ini berdasarkan beberapa alasan:
1. Tidak ada hadits yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kencing sambil berdiri selain dari hadits yang dho’if (lemah).
2. Hadits yang menyebutkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kencing sambil duduk tidaklah bertentangan dengan hadits yang menyebutkan beliau kencing sambil berdiri, bahkan kedua-duanya diperbolehkan.
3. Terdapat hadits yang shahih dari Hudzaifah bahkan hadits ini disepakati oleh Bukhari dan Muslim bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kencing sambil berdiri.
4. Sedangkan perkataan ‘Aisyah yang mengingkari berita kalau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu kencing sambil berdiri hanyalah sepengetahuan ‘Aisyah saja ketika beliau berada di rumahnya. Belum tentu di luar rumah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak kencing sambil berdiri. Padahal jika seseorang tidak tahu belum tentu hal tersebut tidak ada. Mengenai masalah ini, Hudzaifah memiliki ilmu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kencing sambil berdiri. Jadi, ilmu Hudzaifah ini adalah argumen bagi ‘Aisyah yang tidak mengetahui hal ini.
Itulah sedikit ulasan mengenai kencing sambil berdiri. Semoga pembahasan ini bisa menjawab masalah dari beberapa pembaca yang belum menemukan titik terang mengenai permasalahan ini.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Allahumman fa’ana bimaa ‘allamtana, wa ‘alimna maa yanfa’una wa zidnaa ‘ilmaa. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
****
Disusun berkat karunia Allah di malam hari, 10 Jumadil Ula 1430 H di rumah mertua tercinta
Al Faqir Ilallah: Muhammad Abduh Tuasikal (http://rumaysho.wordpress.com)
Kalau ada makanan tanpa sengaja jatuh ke lantai, biasanya kita akan refleks memungut kembali dengan alasan “belum 5 menit”. Padahal, tidak ada makanan yang masih sehat kalau sudah ke lantai, meski cuma 1 detik. Nah loh?
Kontaminasi bakteri berlangsung sangat cepat. Bahkan, lebih cepat dari gerakan refleks kita. Dalam penelitian terbarunya, Paul Dawson, ilmuwan bidang makanan dari Clemson University, sengaja mengkontaminasi lantai keramik, lantai kayu, dan kerpet dengan bakteri Salmonella. Kemudian Paul dan murid-muridnya menjatuhkan beberapa potong roti ke lantai tersebut selama 5-60 detik.
Setelah diteliti, makanan yang jatuh selama 5 detik ternyata telah terkontaminasi 1800 bakteri. Sedangkan makanan yang jatuh selama 1 menit, jumlah bakterinya meningkat 10 kali lipat. Bagaimana jika makanan dibiarkan jatuh sampai 5 menit?
Di tahun 2006, di negeri kita ini diketahui dalam 8 bulan, ada 11.476 orang keracunan makanan. Sepuluh di antaranya meninggal, dan 4.235 orang harus dirawat di rumah sakit. Laporan yang dikeluarkan oleh Portal Nasional Pemerintah Republik Indonesia ini juga menyebutkan bahwa kasus yang satu ini menunjukkan gejala peningkatan dari tahun ke tahun.
Jadi, kecuali Anda selalu membersihkan lantai setiap jam dengan cairan anti-kuman, sebaiknya makanan yang sudah jatuh dibuang saja. Jangan juga berpikir kalau meja dapur itu bersih. Paul pun menemukan bahwa Salmonella dapat bertahan selama 4 minggu. “Buah, sayur, dan unggas adalah makanan yang paling mudah terkena bakteri ini,” kata Paul lebih lanjut.
sumber :http://www.jimmyzakaria.com/kesehatan/makanan-jatuh-ke-lantai-belum-5-menit/